Saturday, March 13, 2010

hitam-putih

Kita hidup di sebuah dunia yang tidak mengizinkan kita memiliki pilihan. Dunia yang Hitam Putih. Hanya ada laki laki-perempuan. Benar-salah. Hidup-mati. Beragama-kafir. Kita tidak boleh berada di antara. Kita tidak boleh menjadi abu-abu.

Ingat bagaimana Agus ingin menjadi Nadya? ia seorang lelaki transeksual, kini menjadi wanita. Dan kini ia diharamkan. Ia dicibir kemanapun pergi. Semua orang memperdebatkan “kontroversi” perubahan kelamin yang telah menjadi pilihannya karena mereka menilai di dunia ini hanya ada lelaki dan perempuan, seorang lelaki apapun hormone dan kromosom yang berkembang di tubuhnya akan tetap menjadi lelaki jika ia memiliki penis. Begitupun sebaliknya. Hal itu tidak boleh diubah apapun yang terjadi karena akan dinilai menyalahi takdir.

Atau bagaimana seseorang terlahir dengan agama yang dianut oleh orang tuanya, olah orang tua dari orang tuanya, dan dari orang tuanya orang tua dari orang tuanya, dan seterusnya. Ia terlahir dengan agama dan konsep-konsep beragama yang diajarkan turun temurun. Lalu saat dewasa, ia menyadari apa yang selama ini diturunkan padanya bukan apa yang ia yakini, maka ia memilih untuk hanya percaya pada adanya Tuhan, tanpa membatasi dirinya dengan konsep-konsep yang telah diturunkan mendarah daging. Ia memilih. Namun lingkungannya, masyarakatnya, dunianya, menilai ia seorang kafir, karena ia tak memiliki Tuhan. ia dicemooh, karena dianggap menyalahi takdir.

TAKDIR yang mereka bicarakan berarti, hal-hal yang sudah seharusnya diterima manusia dan tidak dapat dirubah walaupun dalam perjalanannya takdir melewati bermacam pilihan. TAKDIR artinya ketentuan Tuhan, manusia tidak dapat merubahnya. Namun, bukankah perjalanan takdir sendiri merupakan ketentuan Tuhan? Pilihan-pilihan yang menyertai perjalanan takdir ,merupakan bagian dari rencana Tuhan?

Jadi, kalaupun Agus, Dorce, atau siapapun dalam kasus ini yang terlahir dalam wujud lelaki namun berjiwa perempuan, ataupun mereka yang memilih untuk tidak tunduk pada konsep keagamaan yang mengikat mereka, dan menginginkan perubahan dan pilihan untuk hidup mereka, bukankah itu takdir?

Atau… TAKDIR pun tidak menghargai pilihannya sendiri? Sama seperti dunia yang sedang kita tempati saat ini?

-jatinangor 29 1209-

No comments:

Post a Comment