Saturday, March 13, 2010

just my opinion...

Saya ingat, ketika saya dan teman-teman KKN saya menginap di pondokan yang kami tempati di desa. Ramenya penghuni pondokan membuat kita semua sulit tidur, ada yang tidur satu, yang ngegganggunya 19 orang. Bosan main kartu, ledek-ledekan, makan, ngemil, ngopi, kehabisan aktifitas, lalu kita berkumpul dan membuka forum “Ngalor-ngidul”, segala sesuatu kita bahas hingga salah Seorang teman membuka pembicaraan mengenai kesehatan reproduksi. Suatu pembicaraan yang sensitive buat temen-temen saya yang rata-rata ngeres isi otaknya. Pembicaraan terus berlanjut, dari mulai menstruasi, hamil, dan ujung-ujungnya (apalagi?) proses penghamilan. Dibahas secara medis maupun secara bercanda. Adaaaa aja celetukan anak-anak yang bikin ketawa.

Lalu salah seorang diantara kita yang ngakunya “innocent” berat, dengan pengetahuan seks yang Nol besar untuk seorang perempuan berusia 21 tahun di zaman sekarang ini, mempertanyakan mengenai keperawanan. Dia percaya bahwa jika seorang perempuan yang sudah tidak perawan, maka masa depannya akan suram, lelaki yang menjadi suaminya akan meninggalkan ia setelah malam pertama begitu mengetahui ia tidak lagi perawan. Ia akan dinilai tidak suci, (kayak ada orang suci aja di dunia ini…) Dalam hati saya berkata “Oh…what a shallow thought… this is 2009 ma’am… please open up your mind! Saat itu saya hanya diam saja, ga banyak omong… menikmati ke “luguan” teman saya yang satu itu. Padahal isi pikiran saya saat itu adalah,

Virginitas itu hanya suatu konsep. Sebuah pemikiran yang diturunkan menurut kebudayaan yang ada, untuk membentuk pemikiran perempuan dalam memandang harga diri. Dalam hal ini kebudayaan timur, yang entah apa definisi sebenarnya budaya timur itu, masih suram bagi saya. virginitas tidak bisa dijadikan standar atau tolak ukur seberapa tinggi harga diri manusia, terutama perempuan. Rasanya tidak adil jika seorang laki-laki mempermasalahkan virginitas seorang perempuan, sementara keperjakaan mereka sendiri tidak dikepentingkan. Pengertian Virginitas memang abstrak. Jika keperawanan seorang perempuan dinilai dari masih ada atau tidaknya hymen (selaput dara) mereka, dan keperawanan dinilai sebagai harga diri yang dimiliki perempuan, bisa dibayangkan, betapa rapuh, dan tipisnya harga diri mereka? Belum lagi di zaman modern ini sudah berkembang teknologi pemasangan hymen buatan, hmmm makin memusingkan pandangan virginitas di masa ini.

Saya rasanya ingin memberitahu teman lugu saya itu, “harga diri lebih tinggi, dan jauh lebih tebal dibandingkan sebuah selaput…”

NB : this is just my opinion… J

No comments:

Post a Comment